Kepala BBVF Pusvetma Memimpin Langsung Kegiatan Upsus Percepatan Produksi Vaksin Rabies
Surabaya, 23 Mei 2023. Angka kematian akibat Rabies di Indonesia masih cukup tinggi yakni 100-156 kematian per tahun, dengan Case Fatality Rate (Tingkat Kematian) hampir 100 persen. Hal ini menggambarkan bahwa rabies masih jadi ancaman bagi kesehatan masyarakat.
Secara statistik 98% penyakit rabies ditularkan melalui gigitan anjing, dan 2% penyakit tersebut ditularkan melalui kucing dan kera.
Tantangan berat saat ini adalah masih ada provinsi yang belum bebas rabies. Dari 34 provinsi di Indonesia, hanya 8 provinsi yang bebas rabies sementara 26 provinsi lainnya masih endemik rabies.
Hal itu menunjukkan upaya pengendalian rabies di Indonesia memerlukan langkah terstruktur dan sistematis. Peran pemerintah dan lintas sektor masih sangat dibutuhkan dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Vaksinasi merupakan strategis teknis utama dalam melakukan pemberantasan rabies. Secara prinsip vaksinasi adalah upaya dalam meningkatkan kekebalan dengan cara memasukan bibit penyakit yang telah dilemahkan atau dimatikan kedalam tubuh untuk menggertak kekebalan. Tujuan utama dari vaksinasi rabies adalah melakukan pengebalan pada hewan rentan di suatu populasi sehingga terbentuk kekebaan kelompok dengan maksud untuk mengurangi laju infeksi di dalam populasi rentan tersebut. Pemberantasan yang berpusat pada sumbernya, yaitu dengan melaksanakan vaksinasi pada anjing membutuhkan biaya yang jauh lebih rendah dibandingkan vaksinasi pada manusia, sehingga intervensi pada sumbernya dianggap paling efektif secara finansial dan memungkinkan keberlanjutan dalam mengendalikan rabies (ASEAN 2016; Haesler B et al. 2012; WHO, FAO, OIE, GARC 2018).
Beberapa waktu yang lalu Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) telah mencanangkan Indonesia bebas rabies pada tahun 2030 dan didukung komitmen Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam melaksanakan program pengendalian dan pemberantasan rabies di Indonesia dengan mengalokasikan vaksin dan operasional pengendalian rabies, khususnya untuk wilayah tertular dengan risiko tinggi.
Terkait dengan hal tersebut diatas, Pusvetma selaku Unit Pelaksana Tehnis dibidang produksi vaksin berupaya terus untuk mendukung kegiatan pembebasan rabies di Indonesia dengan memproduksi vaksin Neo Rabivet dan Kit ELISA Rabies. Sesuai dengan semakin meningkatnya kebutuhan vaksin dan Kit Diagnostik untuk pelaksanaan program pengedalian rabies, maka Pusvetma melakukan Upaya Khusus untuk meningkatkan kapasitas dan volume produksi. UPSUS ini langsung dipimpin oleh Drh. Edy Budi Susila, M.Si selaku Kepala BBVF Pusvetma dengan menambah dua lini produksi vaksin rabies, meningkatkan kapasitas SDM dan melakukan inovasi peningkatan kapasitas produksi dengan mengimplementasikan biotehnologi modern berbasis kultur jaringan /kultur sel dengan menggabungkan metode roller bottle dan roller deck dengan metode cell factory (Cell Stack) dengan kapasitas produksi yang lebih besar. Dengan inovasi tersebut harapanya target produksi meningkat dari 600.000 dosis menjadi 1.200.000 dosis per tahun. (EdyBS)